Rabu, 23 Desember 2009

Pengaruh Budaya Terhadap Perilaku Konsumen

Nama : Erik Sodikin
NPM : 10207408
Kelas : 3 EA 13

Penelitian mengenai budaya menjadi sangat penting karena budaya mempengaruhi keseluruhan masyarakat itu sendiri. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai konsep dasar dari budaya dengan beberapa penerapan budaya serta pengaruhnya terhadap perilaku konsumen.

Apakah Budaya itu?

Dalam kaitannya dengan perilaku konsumen, budaya dapat didefinisikan sebagai sejumlah total dari beliefs, values, dan customs yang dipelajari yang ditujukan pada perilaku konsumen dari anggota masyarakat tertentu.

Labih luas lagi, baik values maupun beliefs merupakan konstruk mental yang mempengaruhi sikap yang kemudian berpengaruh terhadap kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap perilaku tertentu.

Misalnya: seorang konsumen memilih antara mobil Volvo dan Jaguar. Ketika memilih, dia akan menggunakan values dan beliefs yang berupa persepsi terhadap kualitas yang akan didapat dan persepsi mengenai negara penghasil mobil itu sendiri.

Berbeda dengan values dan beliefs yang menjadi pedoman berperilaku, customs atau kebiasaan terdiri dari perilaku rutin sehari-hari yang merupakan cara berilaku yang dapat diterima. Contoh dari customs adalah memberikan gula pada minuman.

Dengan memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat membantu marketer dalam memprediksi penerimaan konsumen terhadap produk mereka.

Pengaruh Budaya yang Tidak Disadari

Pengaruh budaya sangat alami dan otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering diterima begitu saja. Ketika kita ditanya kenapa kita melakukan sesuatu, kita akan otomatis menjawab, “ya karena memang sudah seharusnya seperti itu.”. Jawaban itu sudah berupa jawaban otomatis yang memperlihatkan pengaruh budaya dalam perilaku kita. Barulah ketika kita berhadapan dengan masyarakat yang memiliki budaya, nilai dan kepercayaan yang berbeda dengan kita, kita baru menyadari bagaimana budaya telah membentuk perilaku kita. Kemudian akan muncul apresiasi terhadap budaya kita sendiri bila kita berhadapan dengan budaya yang berbeda. Misalnya, di budaya yang membiasakan menggosok gigi dua kali sehari dengan pasta gigi akan merasa bahwa itu kebiasaan yang baik bila dibandingkan dengan budaya yang tidak mengajarkan menggosok gigi dua kali sehari.

Mungkin kalimat dibawah ini akan membantu untuk memahami ilustrasi di atas:

Konsumen melihat diri mereka sendiri dan bereaksi terhadap lingkungan mereka berdasarkan cultural framework yang mereka miliki. Setiap individu mempersepsi dunia dengan kacamata budaya mereka sendiri.

Budaya dapat Memuaskan Kebutuhan

Budaya ada untuk memuaskan kebutuhan masyarakat. Budaya memberikan petunjuk, dan pedoman dalam menyelesaikan masalah dengan menyediakan metode “tried-and-true” dalam memuaskan kebutuhan fisiologis, personal dan sosial.

Misalnya: Budaya memberikan peraturan dan standar mengenai kapan. Kapan waktu kita makan, dan apa yang harus dimakan tiap jam-jam makan.

Values, beliefs dan customs terus yang dapat memuaskan kebutuhan akan terus diikuti. Dan yang tidak memberikan kepuasan akan digantikan atau dimodifikasi.

Budaya dapat Dipelajari

Tidak seperti karakteristik biologis, budaya dapat dipelajari. Sejak kita masih kecil, kita mulai mendapat beliefs, values dan customs, dari lingkungan yang kemudian membentuk budaya kita.

Bagaimana Budaya Dipelajari?

Para ahli antropologi telah menemukan 3 cara yang berbeda dari cultural learning:

Formal Learning: orang dewasa dan teman bermain yang lebih tua mengajari enggota keluarga yang lebih muda tentang bagaimana cara berperilaku.

Informal Learning: Anak belajar dengan meniru perilaku keluarga, teman atau pahlawan TV

Technical Learning: Sekolah yang mengajarkan apa yang harus dilakukan, kenapa hal itu dilakukan dan bagaimana cara melakukannya.

Dalam dunia industri, perusahaan periklanan cenderung memilih cara informal learning dengan memberikan model untuk ditiru masyarakat. Pengulangan iklan akan membuat values dan beliefs dalam masyarakat. Biasanya iklan sebuah produk akan mengulang-ulang kembali apa yang menjadi keuntungan dan kelebihan dari produk itu sendiri. Iklan tidak hanya mampu mempengaruhi persepsi sesaat konsumen mengenai keuntungan dari suatu produk, namun dapat juga memepengaruhi persepsi generasi mendatang mengenai ekspektansi tentang keuntungan yang akan didapat dari suatu kategori produk tertentu.

Enkulturasi dan Akulturasi

Ketika membahas sifat akuisisi dari budaya, para ahli antropologi memaparkan adanya enkulturasi dan akulturasi. Enkulturasi adalah pembelajaran dari budaya asalnya. Pembelajaran budaya yang baru dinamakan akulturasi.

Bahasa dan Simbol

Untuk memahami budaya setempat, masyarakat harus dapat berkomunikasi satu dengan yang lain melalui bahasa. Tanpa bahasa, shared meaning tidak akan ada, dan komunikasi yang sebenarnya juga tidak akan ada.

Untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan konsumen, marketer sebaiknya menggunakan simbol untuk menyampaikan imej dari produk. Simbol ini bisa berarti verbal maupun nonverbal. Simbol yang verbal biasanya menggunakan televisi, pengumuman atau iklan di majalah. Simbol nonverbal biasanya menggunakan warna, bentuk,dll. Namun simol memiliki beberapa arti sehinggan kita harus benar-benar meyakinkan bahwa simbol itu dapat mewakili imej produk.

Ritual

Ritual adalah aktivitas yang bersifat simbolis yang merupakan serangkaian langkah-langkah (berbagai perilaku) yang muncul dalam rangkaian yang pasti dan terjadi berulang-ulang.

Ritual disampaikan selama kehidupan manusia, dari lahir hingga mati. Ritual ini bisa jadi sangat publik atau bahkan sangat domestik. Hal yang penting dari ritual ini untuk parra marketer adalah fakta bahwa ritual cenderung penuh dengan produk yang berasosiasi dengan ritual itu sendiri. Misalnya: natal, berasosiasi dengan ohon cemara. Dan untuk ritual-ritual misalnya pernikahan, akan membutuhkan perhiasan sebagai perlengkapan.

Culture Is Shared

Untuk dipertimbangkan oleh masyarakat sebagai karakteristik cultural maka, belief dan value harus disebarkan kepada masyarakat sehingga kultur secara perlahan dianggap sebagai kebiasaan suatu kelompok yang berhubungan dengan anggota masyarakat. Dan tentu saja bahasa adalah komponen yang dapat digunakan untuk menyebarkan value, pengalaman, dan kebiasaan. Beberapa institusi sosial dalam masyarakat mengirimkan beberapa elemen dari kultur dan menyebarkan realitas budaya. Dan pemimpin dari berbagai institusi tersebut adalah keluarga yang berperan sebagai agen primer dari enculturation yang memberikan basic cultural belief, value, dan kebiasaan kepada anggota sosial baru. Yang termasuk di dalamnya adalah arti uang, hubungan antara uang denagn kualitas barang, product taste, pilihan atas sesuatu, dan habit.

Selain kelaurga, institusi lainya yang secara tradisional juga menyebarkan aspek-aspek khusus dari budaya, yaitu institusi pendidikan dan agama. Pendidikan memberikan siswanya kemampuan dasar, sejarah, patriotisme, kewarganegaraan, dan technical training yang dibutuhkan untuk mempersiapkan peran siswa dalam masyarakat. Sedangkan agama memberikan kesadaran akan beragama, petunjuk spiritual, dan moral training. Walaupun anak-anak lebih banyak mendapatkan consumer training dari keluarga namun tetap saja sistem pendidikan dan keagamaan juga berperan dalam memperkuat training ini dengan memberikan pelajaran ekonomi dan konsep-konsep etika.

Institusi sosial yang berperan besar dalam transfer kultur dalam masyarakat tidak lepas dari peran mass media baik itu mass media cetak maupun elektronik yang memang menyebarkan informasi dalam format yang menarik sehingga tidak mengherankan mass media adalah alat yang tepat dalam memperluas nilai-nilai budaya. Dapat kita lihat dalam berbagai mass media baik cetak maupun elektronik terdapat berbagai macam ikalan yang menawarkan sesuatu. Semakin banyaknya iklan ini karena banyaknya jumlah orang yang melihat dan membaca mass media, yang memudahkan marketer untuk menyebarkan nilai-nilai budaya secara lebih efektif. Vanity Fair, Wine Spectator, dan Martha Steward Living adalah contoh perusahaan yang menyebarkan nilainya lewat majalah. Mereka memberikan informasi kepada pelanggan tentang bagaimana berpakaian, mendekorasi rumah, dan berbagai tips lainnya.

Culture Is Dynamic

Karena masyarakat berkembang dan ilmu pengetahuan berkembang dengan sangat cepat maka kemungkinan keadaan masyarakat pun berubah. Oleh karena itulah marketer harus memonitor masyarakat secara lebih seksama dalam usaha untuk menjual produk yang ada lebih efektif atau mengembangkan dan memproduksi produk baru. Tentu saja ini bukanlah tugas yang mudah karena ada berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan masyarakat. Misalnya, banyak wanita Amerika yang meninggalkan peran kewanitaanya karena merasa anak adalah beban baginya, bentuk tubuhnya pun menjadi jelek, selain itu dengan bekerja ia tidak harus menunggu suaminya untuk dapat membeli barang-barnag mahal yang diingininya.

Perubahan dalam masyarakat ini berarti marketer harus mempertimbangkan kembali mengapa konsumen sekarang melakukan hal yang dilakukannya, siapakah yang menggunakan produknya, kapan mereka berbelanja, bagaimana dan dimana mereka dapat tersenth oleh media, dll. Marketer yang memonitor cultural changes juga biasanya mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan keuntungan perusahannya.

The Meeasurement of Culture

Content Analysis

Sebagaimana namanya, fokus dari content analysis ini adalah kandungan pesan dalam komunikasi verbal, tertulis, dan majalah bergambar. Content analysis dapat digunakan sebagai alat yang relatif objektif dalam menentukan perubahan sosial dan kultural yang telah terjadi dalam masyarakat tertentu atau sebagai alat untuk membandingkan aspek-aspek dari dua masyarakat yang berbeda. Content analysis dilakukan pada 263 iklan yang menunjukkan 8 issue dari majalah Seventeen, 4 issue tentang remaja Jepang dan 4 lagi tentang remaja Amerika. Dan didapatkan bahwa ada perbedaan antara remaja Jepang denagn remaja Amerika, remaja Amerika cenderung mandiri dan berketetapan hati sedangkan remaja Jepang lebih ceria, senang bermain, imagenya seperti childlike girlish.

Consumer Fieldwork

Ketika mempelajari suatu masyarakat, antropolog biasanya masuk dalam lingkungan tersebut dan hal yang sama dapat dilakukan ketika researcher ingin mempelajari perilaku masyarakat dengan berinteraksi langsung dengan konsumen atau masuk dalam dunia konsumen yang biasa disebut dengan consumer fieldwork. Berdasarkan pengamatannya, peneliti dapat mengambil kesimpulan tentang value, belief, dan kebiasaan yang ada dalam masyarakat yang ditelitinya. Karakteristik dari field observation adalah mengambil tempat di setting natural, statusnya tidak disadari oleh subjek penelititan, dan fokusnya adalah pada perilaku konsumen.

Dalam keadaan tertentu, penelti apat menjadi participant observer yaitu mereka menjadi anggota aktif dari lingkungan yang dipelajarinya. Misalnya untuk mempelajari cara konsumen memilih computer software maka peneliti berperan menjadi sales di toko komputer.Teknik lain yang biasa dipilih adalah depth interview dan focus group discussion yang biasanya digunakan untuk mendapatkan kesan pertama dari perubahan sosial dan cultural.

Value Measurement Survey Instrument

Peneliti biasanya menggunakan value instrument untuk menanyakan kepada orang tentang perasaannya tentang basic personal dan konsep-konsep sosial seperti kebebasan, kenyamanan, keamanan nasional dan perdamaian. Berbagai value instrument yang terkenal adalah Rokeach Value Survey, the List of Values (LOV), dan the Values and Lifestyles (VALS).

Rokeach Value Survey adalah sebuah instrument yang dibagi menjadi dua bagian, bagian yang pertama terdiri dari 18 item-item terminal value yang didesain untuk mengukur pentingnya personal goal, sedangkan bagian kedua terdiri dari 18 item instrumental value yang mengukur cara yagn diraih individu untuk mencapai tujuan akhirnya itu. Bagian pertama berhubungan denagn tujuan akhir sedangkan bagian kedua berhubnbungan denagn alat untuk mencapai tujuannya itu.

LOV adalah sebuah alat yang juga didesain untuk meneliti personal value dari konsumen. Skala LOV meminta konsumen untuk mengidentifikasi dua value yang dirasa paling penting dari 9 value yang disediakan yang berdasar pada terminal value dari Rokeach Value Survey.

Nilai-nilai Inti Budaya Amerika

Mengetahui budaya Amerika merupakan pekerjaan yang sulit karena Pertama, Amerika merupakan Negara dengan banyak perbedaan, terdiri dari bermacam-macam subkultur baik agama, suku, daerah, ras dan kelompok ekonomi yang masing-masing memiliki interpretasi dan respon tersendiri terhadap kepercayaan dan nilai-nilai sosial. Kedua, Amerika merupakan Negara dengan kehidupan social yang dinamis. Perubahan sosial ini disebabkan oleh perkembangan teknologi baru.

Untuk mengetahui Nilai-nilai Inti budaya Amerika , ada beberapa petunjuk yang digunakan, yaitu :

Nilai tersebut harus diresapi sebagai petunjuk bagi sikap.

Harus abadi. (tidak terbatas pada waktu).

Harus berhubungan dengan konsumen, sehingga membantu untuk memahami perilaku konsumsi penduduk Amerika.

Dari ketiga kriteria tersebut diatas akan diperoleh ”Karakter Amerika” sebagai berikut :

Prestasi dan Kesuksesan

Prestasi merupakan nilai utama bagi Amerika, dengan sejarah yang bisa dilacak dan kepercayaan agama yang masih tradisional pada kerja-kerja etnis protestan, yang bergantung pada kerja keras untuk menjadi seseorang yang bermanfaat, dan memperoleh rewars spiritual. Penelitian menunjukkan bahwa orientasi berprestasi diasosiasikan dengan adanya perkembangan teknik dan ekonomi di Amerika.

Individu yang memiliki ”rasa untuk berprestasi” sebagai nilai penting untuk didapatkan maka dia akan berusaha keras untuk menjadi sukses. Pada masa sekarang menjadi berprestasi adalah sangat penting baik bagi wanita maupun pria yang mencari karir bisnis paling puncak.

Pada dasarnya kesuksesan dan prestasi tidak begitu berbeda. Perbedaan mendasarnya pada asal penghargaan itu muncul. Dengan berprestasi individu akan memperoleh reward dari diri sendiri, misalnya dia merasa puas, dsb. Sedangkan kesuksesan reward yang diperoleh berasal dari luar individu tersebut. Seperti kompensasi finansial, dan status yang meningkat.

Kesuksesan dan Prestasi mempengaruhi perilaku konsumen. Produsen sering menawarkan produknya sebagai penghargaan sosial dan moral untuk memperoleh barang dan jasa. Contohnya : Kamu bekerja untuk itu, kamu pantas menerimanya. Orang yang berorientasi prestasi sering menikmati konsumsi yang menyolok karena itu merupakan simbol dari prestasinya.

Aktivitas

Menjadi sibuk merupakan bagian dari gaya hidup orang-orang Amerika. Gaya hidup ini seringkali dikomentari oleh pendatang dari luar negri, kenapa orang-orang Amerika selalu ’berlari” dan sepertinya tidak pernah menjadi relax. Aktivitas ini memiliki dampak pada konsumsi barang. Contohnya McDonald’s dan KFC, banyak orang yang menginginkan untuk dilayani dengan cepat, mempersiapkan makanan ketika mereka sedang dalam perjalanan dari rumah. Orang-orang Amerika jarang sarapan pagi karena biasanya mereka terlalu sibuk dipagi hari hanya untuk membuat dan makan sarapan yang lengkap.

Menurut penelitian ”menjadi sibuk” sangat tidak sehat, sangat penting untuk menjadi relax dan santai.

Efisien dan Praktis

Efisien merupakan sesuatu yang hemat waktu dan usaha. Sedangkan praktis berhubungan dengan produk baru yang membuat pekerjaan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan memecahkan masalah.

Ilustrasi dari pentingnya praktis dan efisien adalah prinsip orang Amerika bahwa ’waktu adalah suply yang sedikit’, ’waktu adalah uang’, dll. Keinginan untuk memperoleh lebih dan lebih setiap hari seperti membuat diri terpenjara dengan perasaan bahwa kita memperoleh sedikit dan semakin sedikit setiap harinya. Frekuensi orang Amerika melihat jam tangan merupakan salah satu bentuk implementasi dari efisiennya dan praktisnya orang Amerika. Contohnya, seorang produsen akan mengiklankan produknya dengan kalimat ”Hertz saves me time and money, thats big”

Progress

Orang-orang Amerika cenderung merespon sesuatu yang menjanjikan adanya peningkatan/progresivitas. Hal ini juga berhubungan dengan aspek-aspek yang telah dijelaskan diatas dan pada kepercayaan utama orang Amerika bahwa hari esok harus lebih baik dari hari ini. Dalam perilaku konsumen ”progres’ diidentikkan dengan produk baru dan jasa yang melengkapi kebutuhan yang belum terpuaskan. Mereka mencari pemenuhan dan keseimbangan dalam karir, keluarga, kesehatan dan hobi. Orang-orang Amerika menerima produk yang mengklaim dirinya ’baru’, ’lebih cepat’, ”lebih halus dan dekat’, ’menambah kekuatan’. Contohnya adalah produk jam tangan citizen yang tidak memerlukan baterai.

Kenyamanan dalam Materi

Kenyamanan dalam materi merupakan faktor penting untuk memperoleh kehidupan yang baik. Kehidupan yang mungkin termasuk didalamnya adalah mobil baru, dll. Kenyaman materi merupakan hal yang relatif, konsumen cenderung mengidentifikasi kenyamanannya sendiri yang beruhubungan dengan materi dan biasanya mereka bandingkan dengan apa yang mereka miliki dengan apa yang orang lain miliki. Bila mereka berpikir mereka punya lebih dari pada orang lain maka mereka akan cenderung merasa puas. Tapi ada beberapa orang yang merasa puas bila ia dapat menghabiskan waktu lebih lama bersama keluarganya.

Individual

Nilai yang sangat kuat tertanam dalam diri orang-orang Amerika adalah ’menjadi diri sendiri’ baik itu seperti self interest, self confidence, self esteem, dan self fulfillment merupakan ekspresi dari individulisme orang-orang Amerika. Pengertian ini merupakan penolakan atas adanya ketergantungan kepada orang lain.

Hubungannya dengan perilaku konsumen , individualisme akan meningkatkan ’rasa’ konsumen terhadap identitas produk atau servis yang keduanya merefleksikan identitasnya. Contohnya iklan baju dan kosmetik untuk High style. Produsen menjanjikan bahwa produknya tersebut akan menambah eksklusifitas konsumen dan karakter konsumen yang berbeda dari yang lain.

Kebebasan

Dalam sejarah seperti kita ketahui Amerika selalu berpendapat bahwa kebebasan berbicara, kebebasan pers, sebagai nilai utama. Perkembangan dari kepercayaan akan kebebasan ini, Amerika percaya bahwa mereka punya kebebasan untuk memilih. Pilihan ini direfleksikan dengan kompetisi dari merk dan variasi produk. Pada banyak pilihan produk baik ukuran, warna, gaya, dan bahkan isi (misalnya isi dari bahan-bahan alami), konsumen dapat memilih yang sesuai dengan kehendaknya. Ini juga menjelaskan kenapa banyak perusahaan menawarkan konsumen banyak pilihan.

Dalam situasi tertentu konsumen menjadi stress ketika dihadapkan pada banyak pilihan dan memilih untuk lari dari situasi yang membuat stress tersebut.

External Conformity

Meskipun orang-orang Amerika Serikat sangat mengagungkan kemerdekaan untuk menentukan pilihan dan individualisme, namun dalam kenyataannya mereka dapat menerima konformitas. Konformitas eksternal merupakan proses penting dalam adaptasi individu di masyarakat Amerika.

Pada perilaku konsumen, konformitas (atau non-konformitas) memancing produsen untuk menghasilkan produk-produk dan pelayanan yang terstandardisasikan. Produk-produk standar itu memungkinkan terjadinya produksi secara masal. Adanya produk-produk yang standar telah menempatkan konsumen pada dua posisi yang unik yaitu: (1) tipe individualistis, yaitu konsumen yang memilih produk-produk khusus yang tidak dimiliki oleh teman dekat atau orang-orang di sekitarnya, dan (2) tipe konformis yaitu konsumen yang membeli barang yang serupa atau identik dengan yang dimiliki oleh teman-temannya.

Ada sebuah istilah yaitu hubungan “ping-pong” dimana individualitas seseorang berkolaborasi dengan penerimaan terhadap konformitas secara bersamaan. Salah satu contoh yang menarik adalah penggunaan pakaian yang lebih santai/kasual di tempat kerja. Percaya diri yang lebih meningkat dan penekanan pada perasaan nyaman adalah alasan mengapa para eksekutif tidak menggunakan pakaian formal saat bekerja. Adanya busana kerja adalah salah satu bentuk konformitas. Penelitian mengenai konsumen menunjukkan bahwa jenis pakaian yang dipakai oleh sebagian besar pekerja di Amerika adalah tipe pakaian yang kasual. Untuk laki-laki, biasanya berupa celana jins dan t-shirt sedangkan untuk perempuan biasanya berupa celana panjang yang kasual dan dipasangkan dengan sweater. Lebih dari 50 persen pekerja yang diteliti beranggapan bahwa penggunaan pakaian yang kasual saat bekerja akan meningkatkan produktivitas mereka.

Humanitarism

Orang-orang Amerika terkenal dermawan dalam membantu orang lain yang membutuhkan sesuatu. Mereka sangat memperhatikan orang lain terutama kaum tertindas yang harus menghadapi hambatan untuk kemajuan dirinya. Mereka juga cenderung murah hati dan mau membantu orang-orang yang kurang beruntung dibandingkan mereka. Agar penelitian mengenai kemurah-hatian bangsa Amerika mencapai hasil yang baik, peneliti dalam bidang konsumen telah memvalidasikan dua skala pengukuran yaitu attitudes toward helping others (AHO) dan attitudes toward charitable organizations (ACO), ada sembilan item skala yang digunakan untuk mengukur AHO dan ACO.

Dalam konteks pembuatan keputusan untuk beramal, Web site Planned Giving Design Center (www.pgdc.net) berusaha mendirikan dan membangun hubungan baik dengan para profesional (pengacara, perencana keuangan) untuk memberikan saran pada klien untuk membuat kontribusi amal. Web site lain juga didesain untuk mengumpulkan dana-dana amal yang berasal dari perseorangan untuk suatu tujuan khusus (misalnya, www.charityguide.org, www.guidestar.org, dan www.charitynavigator.org)

Selain pemberian amal, permasalahan sosial lain juga mempunyai dampak pada perilaku konsumen baik dalam apa yang mereka beli maupun dimana mereka berinvestasi. Beberapa investor lebih memilih berinvestasi pada perusahaan yang memberikan perhatian pada bidang sosial misalnya perusahaan yang memperhatikan masalah polusi. Banyak perusahaan mencoba untuk menarik konsumen dengan menekankan perhatian mereka pada lingkungan atau isu-isu sosial.

Youthfulness

Orang-orang Amerika cenderung memberikan nilai yang sakral pada keawetmudaan. Penekanan pada hal ini merupakan refleksi dari perkembangan teknologi yang sangat cepat di Amerika. Pada masa sekarang ini sesuatu yang baru (new) sangat ditekankan, sedangkan sesuatu yang tua (old) dianggap sebagai ketinggalan zaman. Hal ini sangat kontras dengan Negara-negara di Eropa, Afrika, dan Asia yang memberikan penghormatan pada orang-orang yang lebih tua karena mereka dianggap bijaksana dan lebih berpengalaman.

Keawetmudaan (youthfulness) sangat berbeda dengan pemuda (youth) yang merupakan suatu tingkatan umur. Orang Amerika sangat terobsesi untuk terlihat muda dan berperilaku seperti orang yang muda, meskipun berlawanan dengan usia mereka sebenarnya. Bagi orang-orang Amerika, selain melalui pikiran-pikiran keawetmudaaan juga terpancarkan dari perilaku mereka., yang kadang-kadang diekspresikan melalui kata-kata seperti “berjiwa muda”, “bersemangat muda”, dan “berpenampilan muda” sehingga produsen kosmetik menciptakan produk yang menggambarkan wanita yang berperang melawan penuaan dini sebagai contoh adalah produk Olay® Total Effect.

Perusahaan-perusahaan periklanan diarahkan untuk menciptakan suatu trend di masyarakat mengenai pentingnya menjaga kemudaan dan menanamkan rasa takut akan penuaan. Tema-tema iklan dibuat dengan mengumbar janji bahwa konsumen akan memperoleh keuntungan bila terlihat awet muda. Contoh: iklan parfum dan make-up menekankan pada “seksi dan muda” atau “lawanlah umur anda”.

Fitness and Health

Orang-orang Amerika sangat memperhatikan kesehatan dan kebugaran tubuhnya dan ini telah dianggap sebagai suatu nilai inti. Nilai inti pada masyarakat Amerika ini tergambarkan melalui berbagai cara misalnya saja olahraga seperti tennis, jogging, dan adanya peningkatan dalam penjualan vitamin. Berdasarkan trend ini, berkembang suatu pendapat di Amerika yang berbunyi “you are what you eat”.

Kesehatan dan kebugaran tubuh telah menjadi suatu pilihan gaya hidup bagi banyak konsumen. Trend ini telah mendorong pengusaha makanan tradisional untuk memodifikasi bahan-bahan yang mereka gunakan agar aman bagi kesehatan konsumen. Makanan yang diawetkan menjadi lebih bergizi, dan pembuat makanan sampah (junk food) mencoba menbuatnya lebih sehat. Pengusaha makanan-makanan tersebut biasanya mencantumkan “fat-free”, “no-cholesterol”, atau ”no-preservative” pada produk makanan yang mereka hasilkan agar konsumen memilih makanan yang lezat namun tetap sehat. Bahkan, ada sebuah Web site yang khusus memberikan informasi bagi orang-orang yang sangat memperhatikan kesehatannya (www.fitnessonline.com) yang berisi berbagai tips kesehatan, informasi nutrisi, serta produk dan pelayanan yang berkaitan dengan kesehatan dan kebugaran tubuh.

Meskipun tidak ada yang menyangkal bahwa kebugaran tubuh dan hidup yang sehat telah menjadi suatu trend di Amerika, namun banyak kejadian nyata menunjukkan bahwa konsumen sulit menjaga kesehatan pribadi mereka.. Hal ini menunjukkan bahwa makanan rendah lemak dan rendah kolesterol yang diproduksi tidak untuk semua orang dan ada sebuah segmen pasar khusus untuk orang-orang yang sangat memperhatikan bentuk tubuhnya. Data dari AC Nielsen menunjukkan bahwa saat ini penjualan keripik kentang bebas lemak turun sebanyak 33 persen, kue dan margarin bebas lemak turun 12 persen, dan es krim bebas lemak turun sebanyak 22 persen. Badan kesehatan dunia (WHO) telah mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa obesitas adalah sebuah masalah mengenai kesehatan yang berkembang baik di Negara maju maupun di Negara dunia ketiga.
sumber :
http://wangmuba.com/2009/04/22/pengaruh-budaya-terhadap-perilaku-konsumen/

Perilaku Konsumen 3

Nama: Erik Sodikin
NPM: 10207408
Kelas:3EA13

PT AQUA DANONE

Siapa yang tidak kenal dengan merk dagang Aqua? Sangking terkenalnya, nama Aqua kini telah menjadi semacam nama generik dari produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) serupa di Indonesia. Coba perhatikan sekitar kita, berapa banyak orang yang kita temui menyebut nama Aqua saat mereka hendak membeli AMDK di warung atau toko? Dan perhatikan juga, jarang sekali ada pembeli yang protes saat mereka diberi VIT, RON 88 atau ADES oleh si penjual walaupun sebelumnya mereka meminta “Beli Aqua satu..”
Hal itu mungkin sekali terjadi karena Aqua adalah pelopor bisnis AMDK dan menjadi produsen AMDK terbesar di Indonesia. Bahkan pangsa pasarnya sendiri saat ini sudah meliputi Singapura, Malaysia, Fiji, Australia, Timur Tengah dan Afrika. Di Indonesia sendiri mereka menguasai 80 persen penjualan AMDK dalam kemasan galon. Sedangkan untuk keseluruhan market share AMDK di Indonesia, Aqua menguasai 50% pasar. Saat ini Aqua memiliki 14 pabrik yang tersebar di Jawa dan Sumatra.

Produsen AMDK Aqua, PT. Golden Mississippi (kemudian bernama PT Aqua Golden Mississippi) yang bernaung di bawah PT. Tirta Investama (selanjutnya, dalam tulisan ini akan disebut sebagai Aqua saja, untuk mewakili korporasi produsen AMDK tersebut), didirikan pada 23 Februari 1973 oleh Tirto Utomo (1930-1994). Pabrik pertamanya didirikan di Bekasi. Sejak saat itu, orang Indonesia mulai mengubah salah satu kebiasaannya secara mendasar dengan membiasakan diri mengkonsumsi AMDK, membeli air.

Danone, sebuah korporasi multinasional asal Perancis, berambisi untuk memimpin pasar global lewat tiga bisnis intinya, yaitu: dairy products, AMDK dan biskuit. Untuk dairy products, kini Danone menempati posisi nomor satu di dunia dengan penguasaan pasar sebesar 15%. Adapun untuk produk AMDK, Danone juga mengklaim telah menempati peringkat pertama dunia lewat merek Evian, Volvic, dan Badoit. Untuk bisa mempertahankan diri sebagai produsen AMDK nomor satu dunia, Danone tentu saja harus berjuang keras menahan gempuran Coca-Cola dan Nestle.

Untuk menambah kekuatannya, Danone mulai memasuki pasar Asia, dan mengambil alih dua perusahaan AMDK di Cina. Menyadari kekuatan kecil Aqua yang belum terjamah oleh Coca-cola atau korporasi lainnya, Danone buru-buru mendekati Aqua. Akhirnya, pada tanggal 4 September 1998, Aqua secara resmi mengumumkan “penyatuan” kedua perusahaan tersebut dan bertepatan dengan pergantian milenium, pada tahun 2000 Aqua meluncurkan produk berlabel Danone-Aqua. Pada tahun 2001, Danone meningkatkan kepemilikan saham di PT. Tirta Investama dari 40% menjadi 74%, sehingga Danone kemudian menjadi pemegang saham mayoritas Grup Aqua.

Tapi, pertanyaannya adalah, datang dari manakah air bersih yang dijual oleh Aqua sehingga sekarang manusia perlu membayar hanya untuk mendapatkan air bersih?
Kisah dari Sekitar Sumber Mata Air
Salah satu dari sekian banyak mata air yang dieksploitasi dan disedot habis-habisan oleh Aqua hingga hari ini adalah mata air Kubang yang terletak di kampung Kubang Jaya, desa Babakan Pari yang berada di kaki gunung Salak, Sukabumi bagian utara.

Sumber mata air di Kubang mulai dieksploitasi oleh Aqua sejak sekitar tahun 1992-an. Kawasan mata air Kubang yang sebelumnya merupakan kawasan pertanian, kemudian oleh Aqua diubah menjadi kawasan seperti hutan yang tidak boleh digarap oleh warga setempat. Sekeliling kawasan mata air Kubang dipagari tembok oleh Aqua dan dijaga ketat oleh petugas keamanan sewaan selama 24 jam penuh setiap harinya. Tidak ada seorang pun yang boleh memasuki kawasan tersebut tanpa surat ijin yang ditandatangani langsung oleh pimpinan kantor pusat Aqua Grup di Jakarta.

Pada awalnya air yang dieksploitasi oleh Aqua adalah air permukaan, yaitu air yang keluar secara langsung dari mata air tanpa dibor. Namun pada tahun 1994, Aqua mulai mengeksploitasi air bawah tanah dengan cara menggali jalur air dengan mesin bor bertekanan tinggi.

Sejak air di mata air Kubang disedot secara besar-besaran oleh Aqua, banyak perubahan yang dirasakan oleh warga sekitar. Yang paling terasa adalah menurunnya kualitas dan kuantitas sumber daya air di desa, dan ini berdampak buruk pada kehidupan warga desa itu sendiri. Penurunan daya dukung air ini tampak dari mulai munculnya masalah-masalah terkait dengan pemanfaatan sumber daya air di tingkat komunitas sejak sumber mata air Kubang dikuasai oleh Aqua. Salah satu masalahnya adalah kurangnya ketersediaan air bersih untuk konsumsi rumah tangga sehari-hari termasuk air untuk minum, memasak, mencuci, mandi dan lain-lain. Masalah ini dapat dilihat dari keadaan-keadaan sumur-sumur milik warga yang menjadi sumber pemenuhan akan kebutuhan air bersih sehari-hari. Sekarang, tinggi muka air sumur milik kebanyakan warga maksimal hanya tinggal sejengkal saja atau sekitar 15 cm. Bahkan beberapa sumur sudah menjadi kering samasekali. Padahal sebelum Aqua menguasai air di sana, tinggi muka air sumur biasanya mencapai 1-2 meter. Dulu, hanya dengan menggali sumur sedalam 8-10 meter saja, kebutuhan air bersih untuk sehari-hari sudah sangat terpenuhi. Sekarang, warga perlu menggali sampai lebih dari 15-17 meter untuk mendapatkan air bersih. Dulu, warga tidak memerlukan mesin pompa untuk menyedot air untuk keluar dari tanah, sekarang dalam sekali sedot menggunakan mesin pompa, air hanya mampu mencukupi 1 bak air saja dan setelah itu sumurnya langsung kering. Bahkan pada beberapa kampung, apabila dalam sebulan saja hujan tidak turun, sumur menjadi kering sama sekali. Padahal dulu, saat musim kemarau memasuki bulan ke-6 pun tidak membuat air sumur menjadi kering.

Masalah lainnya lagi adalah, kurangnya ketersediaan air untuk kebutuhan irigasi pertanian. Masalah ini dialami oleh para petani dari hampir semua kampung di kawasan desa Babakan pari. Saat ini para petani di beberapa kampung tersebut saling berebut air karena ketersediaan air yang sangat kurang. Bahkan beberapa sawah tidak kebagian air dan mengandalkan air dari air hujan saja. Akibatnya, banyak sawah kekeringan pada musim kemarau dan tentu saja hal ini menimbulkan masalah perekonomian yang cukup serius bagi para petani.

Hal serupa juga terjadi di Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Aqua mengeksploitasi air secara besar-besaran dari tengah sumber mata air di Kabupaten Klaten sejak 2002. Sama dengan apa yang terjadi di desa Babakan Pari, mayoritas penduduk di daerah tersebut juga menopang kehidupannya dari pertanian. Karena debit air menurun sangat drastis sejak Aqua beroperasi di sana, sekarang para petani terpaksa harus menyewa pompa untuk memenuhi kebutuhan irigasi sawahnya. Untuk kebutuhan sehari-hari, penduduk harus membeli air dari tangki air dengan harga mahal karena sumur-sumur mereka sudah mulai kering akibat “pompanisasi” besar-besaran yang dilakukan oleh Aqua. Hal ini sangat ironis mengingat Kabupaten Klaten merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya air. Di satu Kabupaten ini saja sudah terdapat 150-an mata air.

Aqua memiliki izin untuk mengambil air sebanyak 18 liter per detik melalui sumur bor di dekat mata air Sigedang, yang juga merupakan air sumber irigasi untuk lahan pertanian di lima kecamatan. Ironisnya, saat kurangnya air irigasi ini memicu konflik di antara petani itu sendiri dalam soal perebutan sumber air yang semakin mengering demi sawah-sawah mereka, Aqua malah mengajukan permintaan menaikkan debit dari 18 liter menjadi 60 liter per detik. Salah satu hal yang juga menjelaskan mengapa ide swasembada pangan semakin menjadi angan-angan belaka.

Hingga saat ini Grup Aqua memiliki 10 sumber mata air di: (1) Berastagi, Sumut, (2) Lampung (Jabung dan Umbul Cancau), (3) Mekarsari, Sukabumi (Kubang), (4) Subang (Cipondoh), (5) Wonosobo (Mangli), (6) Klaten (Sigedang), (7) Pandaan, Jatim, (8) Kebon Candi, Jatim, (9) Mambal, Bali dan (10) Menado (Airmadidi).

Hari ini, selain Aqua, terdapat 246 perusahaan AMDK yang beroperasi di Indonesia. Produksi AMDK amat boros air. Menurut catatan ASPADIN (Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia), perusahaan AMDK di seluruh Indonesia setiap tahun membutuhkan sekitar 11,5 miliar liter air bersih, namun yang pada akhirnya menjadi produk AMDK hanya sebanyak 7,5 miliar liter per tahun. Sisanya, 4 miliar liter air bersih, terbuang percuma untuk proses pencucian dan pemurnian air.

Kejahatan yang Terlupakan di Balik Legalitas
Seperti sayur-sayuran, air yang merupakan sebuah produk alam, keluar dari muka bumi secara gratis dan tentu saja bukanlah “milik” siapapun. Sama seperti oksigen, seharusnya siapapun dapat mengakses air bersih. Apa yang terjadi di desa Babakan Pari dan Kabupaten Klaten tadi adalah contoh kecil bagaimana korporasi menguasai apa yang sudah seharusnya dapat diakses oleh semua orang, dan lalu menjualnya kembali kepada semua orang. Air bersih yang keluar dari muka bumi diklaim sebagai “milik” sebagian individu saja melalui jalur legal, disedot, disuling, dan dikemas oleh korporasi lalu ditenteng, dijajakan, diperiklankan, dan dijualbelikan kepada semua orang—karena semua orang membutuhkan air bersih.

Menurut penelitian, ketersediaan air tawar saat ini kurang dari 1,5% dari seluruh air di muka bumi. Saban dua dasawarsa, kebutuhan umat manusia akan air tawar meningkat dua kali lipat. Angka itu dua kali lebih besar daripada tingkat pertumbuhan penduduk. Apabila kecenderungan ini berlangsung terus, pada tahun 2025 permintaan akan air tawar diduga meningkat sebesar 56% melebihi yang tersedia saat ini. Kita dapat bayangkan sendiri apa yang akan terjadi apabila masa tersebut tiba sementara air bersih dikuasai oleh beberapa individu saja melalui korporasi-korporasinya.

Bagi sebagian orang, apa yang dilakukan oleh produsen AMDK seperti Aqua adalah sebuah bentuk “kejahatan legal”. Legal, karena hukum dan masyarakat mengakui bahwa Aqua “berhak” atas air yang keluar dari muka bumi secara gratis untuk menjadi “milik” mereka, karena mereka lalu memproduksinya secara “legal” serta menperjualbelikannya, dan semua itu dilakukan di bawah lindungan hukum. Artinya tidak melanggar hukum. Tentu saja.

Namun, legalitas dan hukum adalah sesuatu yang diciptakan oleh manusia, dan selalu ada kepentingan tertentu di balik apapun yang diciptakan manusia. Hukum memang diciptakan untuk melindungi kepentingan mereka yang mampu menciptakannya.

Dalam kebijakan neo-liberalisme, pengambilalihan sumber daya air ini adalah hasil diterapkannya praktek privatisasi. Gagasan privatisasi terhadap sumber daya air ini diajukan terutama oleh Bank Dunia dan IMF, tentu saja dengan dukungan korporasi-korporasi multinasional di baliknya. Privatisasi sumber daya air di banyak negara dilakukan untuk memenuhi persyaratan IMF dan Bank Dunia ketika memberikan pinjaman kepada negara tersebut (lihat artikel mengenai IMF di jurnal ini).

Saat ini “hanya” air, tanah, api, dan udara yang bersih, suatu ketika mungkin akan sampai satu masa di mana bahkan sinar mataharipun menjadi barang dagangan dan tak tersisa sedikitpun hasil dari bumi ini yang bisa kita rasakan manfaatnya tanpa mengeluarkan uang. Masalahnya, tidak semua orang memiliki uang yang cukup, bahkan untuk sekedar memenuhi kebutuhan bertahan hidup. Dan ini semua tampak tidak seperti sebuah kejahatan, karena hukum melindungi dan melegalisir semua hal tersebut.

Sumber: www.apokalips.org

Perilaku Konsumen 2

NAMA : ERIK SODIKIN
NPM : 10207408

SABUN LUX DAN LIFEBOY

1. Definisikan masalah iklan dihadapanmu dari perspektif apa……? Dan perusahaan periklanan……?
2. Konsep perilaku konsumen apa yang ada pada iklan ini, yang menyangkut masalah motivasi dan afeksi ?
3. Impilkasi etika apa jika ada dari iklan dihadapanmu ?

Jawab :
1. Iklan yang saya ambil adalah iklan sabun lux dan sabun lifeboy, diambil dari sebuh majalah. Masalah-masalah yang ditunjukkan dalam iklan tersebut adalah Lux merupakan sabun yang positioning kuat di suatu katagori yaitu sabun untuk kecantukan. Sabun lifeboy merupakan sabun yang diperuntukkan untuk keluarga, anak-anak dan untuk sabun kesehatan bagi anak-anak di dalam keluarga Indonesia.
Perusahaan Lux PT Unilever Manajer Tbk dan PT Unilever Manajer Tbk

2. Sabun Lux memberikan kepuasan pelanggan dengan digunakan bahan lux yang ramah terhadap kulit, aroma dan busanya harus sesuai dengan selera konsumen dan cocok dengan kulit Indonesia.
Sabu Lifeboy memberikan kepuasan pelanggan dengan bahan yang baik ranah lingkungan, aroma dan busanya sesuai dengan anak-anak, dan baik untuk kesehatan anak-anak.

3. Sabun Lux sebagai sabun kecantikan yang berbahan yang ramah terhadap kulit, aroma dan busanya sesuai dengan kulit orang Indonesia.
Sabun LIfeboy sebagai sabun kesehatan bagi keluarga Indonesia khususnya bagi anak-anak Indonesia yang menjadikan Lifeboy sabun keluarga untuk anak-anak, remaja dan orang tua.



Sumber : iklan majalah

pengembangan strategi dan perencanaan pemasaran dalam konsep lingkungan

Nama : Erik Sodikin

NPM : 10207408

1. Identifikasikan alasan yang menyatakan bahwa pemahaman perilaku konsumen merupakan dasar pengembangan strategi dan perencanaan pemasaran?

Jawab.

Strategi pemasaran dirancang untuk meningkatkan peluang dimana konsumen aka memiliki anggapan dan perasaan positif terhadap produk, jasa dan merek tertentu, akan mencoba produk, jasa atau merek tersebut dan kemudian membelinya berulang-ulang.

Untuk mengembangkan strategi pemasaran yang kompetitif, pemasar perlu mengetahui konsumen mana yang cenderung membeli produk-produknya. Factor apa yang kira-kira menyebabkan mereka menyukai produk tersebut, criteria apa yang dipakai dalam memutuskan membeli produk, bagaimana mereka memperoleh onformasi tentang produk dan lain sebagainnya, dapat dilihat dengan jelas adanya saling keterkaitan antara strategi pemasaran dan perilaku konsumen.

Pemasar perlu merancang strategi berdasarkan perilaku konsumen, yang tentu saja datanya hanya dapat diperoleh dari suatu penelitian tentang perilaku konsumen; mulai dari bagaimana kebutuhan akan suatu produk itu dirasakan, apa yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan itu, bagaimana mereka memutuskan membeli produk, bagaimana mereka mengkonsumsi produk, sampai bagaimana mereka menyingkirkan produk tsb, dan apa yang dilakukan setelah itu. Jadi, strategi pemasaran berlaku untuk produk atau merek tertentu dan pengaruh yang diberikan kepada konsumen untuk melakukan pembelian yang dirancang untuk tingkat produk ataupun merek. Agar pemasar bias merancang strategi yang tepat dalam mempengaruhi konsumen, dasar yang digunakan harus berua pengetahuan mengenai perilaku mereka dalam proses beli yang dialami untuk suatu kategori produk tertentu pula.

2. Pertanyaan analisis! Definisikan konsep lingkungan factor-faktr lingkungan apa yang akan muncul di permukaan dalam sepuluh tahun mendatang yang mempengaruhi konsumsi minuman ringan?

Petunjuk. Pikirkan dalam istilah perubahan bisnis global dan kecendrungan demografis.

Jawab.

Definisikan konsep lingkungan

Sebagai alat untuk pembentukan karakter lingkungan agar dapat melakukan pemberdayaan lingkungan dalam mengantisipasi perubahan bisnis global dan tepat pada tujuan yang telah ditetapkan

Factor-faktor :

· Informasi tentang produk dan pengalaman menggunakan produk tersebut.

· Kredibilitas, daya tarik, dan kekuatan kelompok acuan.

· Sifat produk yang menonjol secara visual atau verbal (conspicuosness)

· Dampak kelompok acuan terhadap produk dan pilihan merek, terutama yang menyangkut reward power dan social power.

· Besar kecilnnya resiko yang dipersepsi konsumen bila dia menggunakan produk tersebut.

§ Pertama mereka harus berpikir dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai, keyakinan, dan kebiasaan dari masyarakat atau bangsa yang menjadi sasaran mereka. Di beberapa tempat Indonesia kegiatan penjualan door to door harus dilakukan seizing Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Ketua Rukun Warga (RW). Pemasar harus memenuhi syarat-syarat yang diberlakukan. Penjualan door to door masih dianggap kurang menguntungkan karena masih banyak orang yang menganggap penjual hanya ingin menipu atau bermaksud negative.

§ Kedua, supaya produk yang dilihat dari segi budaya merupakan produk yang baru bagi suatu masyarakat dapat diterima oleh masyarakat tersebut, mereka harus membujuk anggota masyarakat itu untuk meninggalkan tradisinya. Hal ini seringkali menjadi sulit, karena tradisi biasanya sudah mendarah daging dalam kehidupan subkultur tertentu.

Sumber Data : Perilaku Konsumen

Dra. Ristiyanti Prasetijo,MBA

Prof. John J.O.L Ihalauw,Ph.D